Selasa, 19 Juni 2012

KAPITAN PATTIMURA

Pattimura (lahir di Hualoy, Seram Selatan, Maluku, 8 Juni 1783 – meninggal di Ambon, Maluku, 16 Desember 1817 pada umur 34 tahun), juga dikenal dengan nama Kapitan Pattimura adalah pahlawan Ambon dan merupakan Pahlawan nasional Indonesia.

Menurut buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M Sapija menulis, "Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau merupakan nama orang di negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan".

Namun berbeda dengan sejarawan Mansyur Suryanegara. Dia mengatakan dalam bukunya Api Sejarah bahwa Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy, Seram Selatan (bukan Saparua seperti yang dikenal dalam sejarah versi pemerintah). Dia adalah bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa Maluku disebut Kasimiliali.

ISTILAH KAPITAN
Dari sejarah tentang Pattimura yang ditulis M Sapija, gelar kapitan adalah pemberian Belanda. Padahal tidak.
Menurut Sejarawan Mansyur Suryanegara, leluhur bangsa ini, dari sudut sejarah dan antropologi, adalah homo religiosa (makhluk agamis). Keyakinan mereka terhadap sesuatu kekuatan di luar jangkauan akal pikiran mereka, menimbulkan tafsiran yang sulit dicerna rasio modern. Oleh sebab itu, tingkah laku sosialnya dikendalikan kekuatan-kekuatan alam yang mereka takuti.

Jiwa mereka bersatu dengan kekuatan-kekuatan alam, kesaktian-kesaktian khusus yang dimiliki seseorang. Kesaktian itu kemudian diterima sebagai sesuatu peristiwa yang mulia dan suci. Bila ia melekat pada seseorang, maka orang itu adalah lambang dari kekuatan mereka. Dia adalah pemimpin yang dianggap memiliki kharisma. Sifat-sifat itu melekat dan berproses turun-temurun. Walaupun kemudian mereka sudah memeluk agama, namun secara genealogis/silsilah/keturunan adalah turunan pemimpin atau kapitan. Dari sinilah sebenarnya sebutan "kapitan" yang melekat pada diri Pattimura itu bermula.

PERJUANGAN
Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC ia pernah berkarier dalam militer sebagai mantan sersan Militer Inggris. Kata "Maluku" berasal dari bahasa Arab Al Mulk atau Al Malik yang berarti Tanah Raja-Raja. mengingat pada masa itu banyaknya kerajaan.

Pada tahun 1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda dan kemudian Belanda menetapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah (landrente), pemindahan penduduk serta pelayaran Hongi (Hongi Tochten), serta mengabaikan Traktat London I antara lain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di Ambon harus merundingkan dahulu pemindahan koprs Ambon dengan Gubenur dan dalam perjanjian tersebut juga dicantumkan dengan jelas bahwa jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku maka para serdadu-serdadu Ambon harus dibebaskan dalam artian berhak untuk memilih untuk memasuki dinas militer pemerintah baru atau keluar dari dinas militer, akan tetapi dalam pratiknya pemindahan dinas militer ini dipaksakan Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817 mendapat tantangan keras dari rakyat. Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di bawah pimpinan Kapitan Pattimura. Maka pada waktu pecah perang melawan penjajah Belanda tahun 1817, Raja-raja Patih, Para Kapitan, Tua-tua Adat dan rakyat mengangkatnya sebagai pemimpin dan panglima perang karena berpengalaman dan memiliki sifat-sfat kesatria (kabaressi). Sebagai panglima perang, Kapitan Pattimura mengatur strategi perang bersama pembantunya. Sebagai pemimpin dia berhasil mengkoordinir Raja-raja Patih dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, memimpin rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan pangan dan membangun benteng-benteng pertahanan. Kewibawaannya dalam kepemimpinan diakui luas oleh para Raja Patih maupun rakyat biasa. Dalam perjuangan menentang Belanda ia juga menggalang persatuan dengan kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi dan Jawa. Perang Pattimura yang berskala nasional itu dihadapi Belanda dengan kekuatan militer yang besar dan kuat dengan mengirimkan sendiri Laksamana Buykes, salah seorang Komisaris Jenderal untuk menghadapi Patimura.

Pertempuran-pertempuran yang hebat melawan angkatan perang Belanda di darat dan di laut dikoordinir Kapitan Pattimura yang dibantu oleh para penglimanya antara lain Melchior Kesaulya, Anthoni Rebhok, Philip Latumahina dan Ulupaha. Pertempuran yang menghancurkan pasukan Belanda tercatat seperti perebutan benteng Belanda Duurstede, pertempuran di pantai Waisisil dan jasirah Hatawano, Ouw- Ullath, Jasirah Hitu di Pulau Ambon dan Seram Selatan. Perang Pattimura hanya dapat dihentikan dengan politik adu domba, tipu muslihat dan bumi hangus oleh Belanda. Para tokoh pejuang akhirnya dapat ditangkap dan mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan pada tanggal 16 Desember 1817 di kota Ambon. Untuk jasa dan pengorbanannya itu, Kapitan Pattimura dikukuhkan sebagai “PAHLAWAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN” oleh pemerintah Republik Indonesia. Pahlawan Nasional Indonesia.

(wikipedia)

Senin, 04 Juni 2012

Pahlawan SEA GAMES 1987 itu Menghadap Sang Khalik...Selamat Jalan RIBUT WAIDI...Sang Legenda

Dunia Persepakbolaan nasional kembali dirundung duka, pemain Timnas yang menjadi pahlawan SEA GAMES 1987 "RIBUT WAIDI" wafat kemarin 3 Juni 2012 pk. 05.30 WIB, di Rumah Sakit Tugurejo, Semarang. "SELAMAT JALAN SANG LEGENDA, SELAMAT JALAN PAHLAWAN TIMNAS"....Jasa-jasamu akan selalu dikenang...

RIWAYAT HIDUP 
Ribut Waidi (lahir di Trangkil, Pati, Jawa Tengah, 5 Desember 1962 – meninggal di Semarang, Jawa Tengah, 3 Juni 2012 pada umur 49 tahun) adalah salah satu legenda sepak bola Indonesia. Namanya seketika melambung ketika ikut mengantarkan PSIS Semarang meraih gelar juara Perserikatan pada tahun 1987, dalam partai final, di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, PSIS melibas Persebaya Surabaya dengan skor 1-0 meskipun gol kemenangan PSIS Semarang dicetak oleh Tugiman. Ribut juga dinobatkan sebagai pemain terbaik pada pertandingan tersebut. 
Setelah mengantarkan Mahesa Jenar (julukan PSIS) menjadi juara, ia dipanggil PSSI untuk membela tim nasional di SEA Games 1987 Jakarta. Di pesta olahraga Asia Tenggara itu, nama Ribut Waidi semakin mencorong. Apalagi setelah ia mencetak satu-satunya gol kemenangan Indonesia atas Malaysia di partai puncak, yang juga merupakan medali emas pertama cabang sepak bola di arena SEA Games. 
Ribut kemudian selalu dipanggil ke tim nasional. Sepanjang 1986-1990, pemain yang selalu memakai nomor punggung 10 ini membela tim nasional ke Piala Kemerdekaan, kualifikasi Piala Asia, serta Pra-Piala Dunia. 
Untuk mengingat jasa serta pengabdiannya kepada bangsa dan negara serta Kota Semarang, Pemerintah Kota Semarang bahkan mendirikan patung Ribut Waidi sedang menggiring bola di Jalan Karang Rejo, jalur utama menuju Stadion Jatidiri, Semarang. 

SEA GAMES 1987 
Julukan sebagai salah satu legenda sepak bola Indonesia tidak terlalu berlebihan untuk diberikan kepada Ribut Waidi, mantan pemain nasional dan PSIS Semarang. Betapa tidak, dialah pencetak satu-satunya gol penentu kemenangan Indonesia atas Malaysia pada SEA Games 1987. Ribut membobol gawang Malaysia setelah berhasil mengecoh dan melewati barisan pertahanan negeri jiran itu. Gol tunggal tersebut memberikan sejarah baru sepak bola Indonesia sejak pertama kali ikut SEA Games pada tahun 1977. Untuk pertama kalinya tim nasional meraih medali emas cabang sepak bola. Setelah itu, tim nasional kembali meraih medali emas di SEA Games Manila 1991. "Yang lebih menegangkan lagi, gol itu terjadi pada menit ke-15 perpanjangan waktu pertama. Waktu itu jalannya pertandingan memang sangat menegangkan," kata Ribut. Saat itu jutaan pasang mata menyaksikan kepiawaian Ribut dalam mengolah si kulit bundar dan menyelamatkan tim nasional di depan publiknya sendiri. Ribut pun diarak mengelilingi lapangan. Itulah kenangan yang paling tak terlupakan bagi Ribut. Saat lagu Indonesia Raya dikumandangkan, jantung Ribut ikut bergetar. Ia tak kuasa menahan air mata. "Meski saya anak ndeso, saya sudah ikut memberikan yang terbaik bagi bangsa ini melalui sepak bola," kata Ribut. Kini, setelah pensiun dari dunia sepak bola, Ribut Waidi bekerja sebagai karyawan di Pertamina. 

KARIER 
  • PS Sukun Kudus (1976-1980) 
  • Persiku Kudus (1980) 
  • PS Kuda Laut Pertamina Semarang (1981-1984) 
  • PSIS Semarang (1984-1992) 
  •  Tim nasional sepak bola Indonesia (1986-1990)
WAFAT 
Ribut Waidi menghembuskan nafasnya yang terakhir pada hari Minggu, tanggal 3 Juni 2012 di Semarang, Jawa Tengah. (wikipedia)

Anda Adalah Pengunjung Blog Yang Ke :